
MediaSuaraMabes, Banda Aceh — Skandal gila kembali mencuat di tubuh Pemerintah Kota Banda Aceh. DLHK3 (Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Keindahan Kota) diduga membakar anggaran BBM senilai Rp2,68 miliar, berdasarkan temuan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPD Banda Aceh Tahun 2024.
Di atas kertas, mereka mencatat BBM. Di lapangan, tidak ada bukti sah, dan struk yang digunakan ternyata fiktif.
Fakta Bakar Anggaran ala DLHK Banda Aceh:
• Rp49,72 juta dibayar tanpa bukti pembelian BBM.
• Realisasi BBM melebihi ketentuan Perwal No. 12 Tahun 2018, dengan potensi kerugian mencapai Rp691,89 juta.
• Sebanyak 8.075 struk BBM yang diajukan sebagai bukti ternyata tidak pernah diterbitkan oleh lima SPBU yang dikonfirmasi BPK.
BBM-nya tidak ada, mobilnya tetap jalan, tapi uangnya benar-benar dicairkan. Skema lama, aktor baru?
Hanafiah: “Ini Uang Rakyat, Bukan Minyak Warisan Nenek Mereka!”
Kepala Perwakilan Media Suara Mabes Provinsi Aceh, Hanafiah, mengamuk.
“DLHK seharusnya bersih-bersih kota, bukan bersih-bersih uang rakyat lewat struk palsu!
Ini bukan ‘kelebihan bayar’, ini pencurian terang-terangan!”
“Setiap kali ada temuan, narasinya selalu dibungkus: kelebihan bayar, human error, kelalaian teknis. Padahal ini skenario maling berjubah ASN!”
“Kalau aparat hukum di Banda Aceh diam, KPK harus turun tangan! Ini bukan lagi aib, ini musibah akal sehat birokrasi!”
Rekomendasi BPK? Sudah Jelas. Tinggal Nyali Wali Kota!
• Wali Kota Banda Aceh diperintahkan BPK untuk segera membuat juknis pengelolaan BBM agar tidak jadi lahan permainan.
• Kepala DLHK3 harus bertanggung jawab, memproses kelebihan pembayaran, dan berhenti pura-pura tidak tahu.
• Inspektorat diminta melakukan verifikasi menyeluruh atas dana Rp2,68 miliar.
PERTANYAAN YANG HARUS DIJAWAB:
• Apakah Kepala DLHK3 akan dicopot atau dilindungi?
• Apakah Kejari Banda Aceh akan berani buka penyidikan?
• Apakah SPBU akan bersaksi di pengadilan, atau malah disuruh diam?
Sindiran Tajam untuk Pemko Banda Aceh:
“Wali Kota jangan cuma sibuk potong pita dan peluk mic di seminar. Publik ingin bukti, bukan basa-basi. Kalau tak mampu bersihkan dinas sendiri, mundur saja!”
“Struk-nya fiktif, duitnya nyata, pelakunya nyata, kerugiannya nyata — yang belum nyata cuma keadilan!” (Hanafiah)