
MediaSuaraMabes, Jakarta — Banyak cerita mengenai Jakarta yang tak akan habis diungkapkan dalam berbagai bentuk media karya seni, termasuk seni rupa. Tingkah-laku warganya dengan berbagai latar belakang hingga tata kota yang semrawut menjadi bahan obrolan di setiap sudut gang. Belum lagi persoalan kemacetan yang sudah menjadi makanan sehari-hari.
Berbagai persoalan itu direkam tiga belas perupa lewat coretan gambar dua dimensi dengan tajuk “Jakarta Hari Ini”. Mereka adalah Ames Abadi, Cipto Nurhadi, Gean Gendhis, Glen Nender, Hendry NH, Jimmy Silaen, La OD3, MSR, M.Iqbal, Rudolf Valentino, SAR Dogie, Semut Prasidha, dan Yogi Wistyo.
Ada 30 karya yang dipamerkan pada 14-22 Oktober 2025 di Galeri Darmin Kopi, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Pameran ini diselenggarakan sebagai rangkaian acara menuju perayaan ulang tahun ke-40 Himpunan Pelukis Jakarta (Hipta) yang jatuh pada Desember 2025.
Ketua Umum REKAN Indonesia Agung Nugroho yang membuka pameran ini, Selasa (14/10) malam, mengatakan, seni rupa Jakarta merupakan cermin dari denyut kota yang tidak pernah tidur — tempat bertemunya beragam latar, identitas, dan keresahan sosial yang menjelma menjadi bahasa visual.
Di tengah hiruk-pikuk urban, para perupa Jakarta tidak sekadar menghadirkan keindahan estetis, tetapi juga menyuarakan kritik, ironi, dan empati terhadap kehidupan sehari-hari warganya. Dari mural di tembok gang hingga karya instalasi di galeri, semuanya merekam dinamika kota yang terus bergerak dan penuh paradoks, tetapi memancarkan vitalitas kreatif.
Agung memandang seni rupa Jakarta sebagai medan perjumpaan antara tradisi dan modernitas serta antara aspirasi publik dan refleksi personal. Di sini, seni menjadi ruang dialog — bukan hanya antara seniman dan penonton, tetapi juga antara masa lalu dan masa depan kota.
Tantangan terbesar seni rupa Jakarta bukan lagi soal mencari bentuk baru, melainkan menjaga keberpihakan pada kemanusiaan dan realitas sosial di tengah arus komersialisasi. “Selama seniman Jakarta terus berani bicara jujur lewat karyanya, maka seni rupa di kota ini akan tetap hidup dan relevan,” tuturnya.
Selain Agung, pameran ini dibuka Manager Galeri Darmin Kopi Yuli Riban, Ketua Hipta Dedi Yusmen, dan Thoby Joseph Purba dari Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI). Pembukaan pameran ini juga dihadiri sejumlah tokoh seni rupa, diantaranya Dick Syahrir, Syahnagra Ismail, Sahat Simatupang, Revoluta Syafri, Eko Banding, Jan Praba, Ireng Halimun, dan Kusmei Santo.
Pameran “Jakarta Hari Ini” dikurasi Sentot D. Setiawan. Dalam catatan kuratorialnya, Sentot menegaskan bahwa Jakarta merupakan panggung besar tempat berbagai kisah tentang mimpi, cita-cita, dan modernitas. Di sisi lain, kemacetan dan ketimpangan menghantui kota ini.
“Pameran ‘Jakarta Hari Ini’ mencoba menangkap denyut tersebut. Potret kehidupan urban yang kompleks, kontras, dan selalu berubah,” jelas Sentot.
Proses kurasi menempatkan Jakarta bukan hanya sebagai ruang geografis, tetapi juga ruang batin dan ideologis yang meliputi tempat identitas, waktu, dan budaya yang saling bersinggungan. Pameran disusun dalam tiga benang besar.
Pertama, kota yang bergerak. Karya dalam gagasan ini menangkap ritme, arus, dan energi urban. Misalnya, penggambaran secara metafora dan esensi dari problematika Jakarta.
Kedua, wajah dan cerita yang memotret manusia Jakarta dengan segala persoalannya mengikuti realitas keadaan sebagai sebuah keterpaksaan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Itu tergambar dalam simbol polemik wajah manusia.
Ketiga, ruang dan ingatan berupa perenungan terhadap perubahan serta kehilangan ruang bicara di dalam kenangan perjalanan waktu yang seakan terpenjara. Karya yang menggambarkan arah tujuan Jakarta mewakili kelompok ini.
Selain pameran gambar, diskusi bertajuk “Sketsa Kultur Tanah Jakarta“ dengan pembicara pengamat perkotaan Peter Yogan Gandakusuma, Ketua HAGI Dedi Yusmen, dan seniman Semut Prasidha diselenggarakan pada Sabtu (18/10).
Komarudin
Jurnalis DKI Jakarta