JakartaBicara, Riau – Proses Kriminalisasi Berlanjut ke PN-Pekanbaru – wartawan Seniornya di Provinsi Riau Rudi Yanto merasa telah dikriminalisasi bersama seorang aktivis Larshen Yunus. Menurutnya, mereka diproses hukum tanpa ada saksi dan tanpa alat bukti yang lengkap DPRD Riau, Polresta Pekanbaru dan Kejari Pekanbaru melakukan kriminalisasi terhadapnya ketika sedang menjalankan tugas jurnalistik yang dilindungi Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Rudi yang sudah 12 tahun bertugas liputan di DPRD Riau, baru-baru ini melakukan tugasnya liputan investigasi bersama aktivis Anti Korupsi Larshen Yunus di DPRD Riau, namun dituduh telah melakukan pengerusakan kunci pintu dan masuk tanpa izin ke ruangan BK DPRD Riau.
“Dari awal Laporan Polisi yang dilaporkan PNS Protokoler DPRD Riau Ferry Sasfriadi ini jelas tidak masuk akal bisa ditindaklanjuti Polresta Pekanbaru. Pasalnya, pelapor tidak memiliki kapasitas sebagai pelapor karena Sekretaris DPRD Riau Muflihun ketika itu dan Ketua DPRD Riau Yulisman selaku pimpinan Lembaga DPRD Riau menegaskan laporan tersebut bukan atas nama lembaga, namun itu laporan pribadi PNS Bagian Protokoler DPRD Riau. Karena, mereka menyatakan kalau atas nama lembaga tentunya ada surat kuasa untuk melaporkan dari Sekretaris DPRD Riau atau Surat Kuasa dari Ketua DPRD Riau,” jelas Rudi kepada media ini, Sabtu (11/6/2022) malam.
Mantan Wartawan Koran Harian Haluan Riau dan Wartawan Riau Mandiri ini menjelaskan, bahwa dirinya dan Larshen Yunus ketika itu tanggal 15 Desember 2021 membuat video untuk konten Channel Youtube media online miliknya dan video hasil karya jurnalistik tersebut sudah tersebar luas termasuk kepada Ketua DPRD Riau dan sejumlah anggota Dewan. Laporan baru masuk 2 pekan setelah hasil liputan itu tersebar. Kemudian pada 29 Desember 2021 dini hari mereka berdua dilaporkan ASN Protokoler DPRD Riau Ferry Sasfriadi yang tidak ada mempunyai kewenangan tugas di ruangan BK DPRD Riau.
“Selanjutnya, Polresta Pekanbaru menindaklanjuti laporan tersebut, yang menurut kita tanpa alat bukti dan tanpa saksi. Polresta Pekanbaru menetapkan kami menjadi tersangka. Bahkan Larshen Yunus dijemput paksa dan ditetapkan sebagai tersangka, dipakaikan baju orange (baju tahanan) pada 14 Maret 2022 dan fotonya disebarkan secara luas serta dipublikasikan di sejumlah media online, padahal Larshen tidak ditahan,” tegas Rudi.
Alumni Faperika Universitas Riau ini membeberkan, bahwa atas permintaan pihak DPRD Riau dan Polresta Pekanbaru pada 28 Maret 2022 agar dibuatkan surat perdamaian sebagai syarat untuk penyelesaian laporan tersebut di Polresta Pekanbaru, Sekretaris DPRD Riau Muflihun dan Ketua DPRD Yulisman meminta agar perdamaian tidak diekspos dan mereka menjamin persoalan tersebut selesai. Kendati, dalam perdamaian Rudi dan Larshen keberatan dengan beberapa point draft surat perdamaian, namun pihak DPRD Riau menyatakan draft tersebut sudah baku dari Polresta Pekanbaru.
“Namun, Surat Perdamaian tidak pernah diberikan kepada kami, padahal surat perdamaian dibuat dua rangkap, satu untuk Pelapor dan satu lagi untuk terlapor. Pelapor tidak kunjung mencabut laporan di Polresta Pekanbaru. Bahkan, kami terus diperiksa Penyidik Bripka Novriadi karena laporan belum dicabut Pelapor,” terang Rudi.
Rudi juga dipanggil Penyidik Polresta Pekanbaru Bripka Novriadi sebagai saksi untuk melengkapi berkas Larshen Yunus yang terlebih dahulu sudah dilimpahkan ke Kejari Pekanbaru. Dikatakan Rudi, bahwa Bripka Novriadi menyampaikan untuk berkas dirinya belum ada dan sudah selesai di tingkat Polresta Pekanbaru. Sementara, kata Bripka Novriadi, untuk proses damai Restorasi Justice (RJ) SP3 Larshen Yunus dilakukan di Kejari Pekanbaru.
“Polresta Pekanbaru tetap melimpahkan berkas perkara ke Kejari Pekanbaru, Jumat (9/6/2022) kemarin kami berdua dibawa tanpa didampingi kuasa hukum, tanpa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejari Pekanbaru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nama Desmon Sipahutar, Yongki Arvius, dan Herlina langsung melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. JPU menyatakan perkara dilanjutkan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru,” terang Rudi.
Rudi berharap agar proses persidangan nantinya di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dilakukan secara tatap muka untuk umum, dengan harapan keadilan dapat dihadirkan oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru.
“Supaya masyarakat bisa melihat langsung bahwa ini kriminalisasi terhadap kami. Saya yakin Hakim di PN Pekanbaru akan menggunakan akal sehat dan nurani mereka yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa Allah Subahanahu wa Ta’ala untuk menghadirkan keadilan untuk pencari keadilan,” harap Rudi.
Bahkan Rudi menyebut kasus mereka ini sama seperti kasus Dekan FISIP Unri nonaktif Syafri Harto yang divonis bebas PN Pekanbaru karena tidak ada saksi dan tanpa alat bukti yang lengkap.
“Sama halnya dengan kriminalisasi terhadap kami ini, kami dilaporkan masuk tanpa izin ke rumah rakyat DPRD Riau oleh PNS yang tidak memiliki kapasitas untuk melaporkan, padahal DPRD Riau merupakan rumah rakyat, ketika kejadian hanya ada kami berdua dan kami dilaporkan masuk tanpa izin, kami dituduh melakukan perusakan kunci pintu, padahal dari awal kami masuk pintu tersebut dalam keadaaan tidak terkunci, saya memiliki videonya,” kata Rudi meyakinkan.
“Penyidik menyebut ada lima orang saksi, ini kan jelas direkayasa untuk melakukan kriminalisasi terhadap kami. Kelima orang saksi tersebut jelas mereka saksi palsu, karena ketika kami di sana hanya ada kami berdua, rekaman CCTV juga sudah dibocorkan oleh bagian humas DPRD Riau, di sana terbukti kami tidak ada melakukan perusakan, kami hanya mengambil video untuk Channel Youtube media online saya. Tanpa saksi dan alat bukti proses ini sampai ke PN Pekanbaru,”ungkap Rudi menyayangkan.~(A.Sianturi).