JakartaBicara, Nabire – Bupati Kabupaten Nabire, Papua, Mesak Magai, resmi membuka Focus Group Discussion (FGD) dengan tema kebijakan Pemerintah Kabupaten Nabire dalam melindungi keanekaragaman hayati dan mengembangkan kearifan adat melalui pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).
Pengelolaan dan perlindungan KEE merupakan salah satu strategi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nabire dalam mewujudkan pembangunan hijau, rendah karbon, dan berketahanan iklim—yang ditandai dengan capaian penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai salah satu jalan menuju Indonesia Emas 2045.
FGD yang dilaksanakan pada Kamis, (06/07/2022) di ruang rapat Kantor Bappeda Kabupaten Nabire ini, merupakan salah satu langkah yang dilakukan Pemkab Nabire, bermitra dengan beragam stakeholders, untuk menggali dan mencari rumusan yang tepat dalam pengelolaan KEE berbasis kearifan adat.
Rumusan tersebut sebagai bahan untuk menentukan program dan kegiatan, pasca terbitnya kebijakan daerah melalui Keputusan Bupati Nabire Nomor 18 Tahun 2022 tentang KEE di Kabupaten Nabire, serta Keputusan Bupati Nabire Nomor 228 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Pengelola KEE. Dalam FGD yang digelar selama 1 hari ini, menghadirkan tim riset dari PILI-Green Network Bogor serta anggota Tim Pengelola KEE Kabupaten Nabire yang berasal dari lintas instansi dan mewakili perangkat daerah.
Bupati Mesak Magai ketika membuka acara tersebut mengatakan, Pemerintah melalui Bappenas telah mencanangkan pembangunan rendah karbon sebagai salah satu strategi penurunan emisi dan menjadi salah satu jalan menuju Indonesia Emas 2045. Strategi transformasi ekonomi hijau menjadi hal yang paling penting dilakukan di Kabupaten Nabire, karena lebih sesuai dengan karakter sumber daya alam, budaya-adat, serta berkelanjutan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan kesejahteraan Orang Asli Papua (OAP).
“Pemkab Nabire menyadari bahwa dampak dari gas rumah kaca (GRK) juga akan mempengaruhi capaian kemajuan pembangunan dan mengancam perikehidupan berkelanjutan seluruh warga adat. Untuk itu pada setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Nabire yang akan dilakukan, perlu menyertakan komitmen pengurangan emisi GRK sebagai indikator pertimbangan. Pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Papua, serta pemerintah Kabupaten Nabire telah memasukan pertimbangan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon dalam Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca secara simultan,” kata Bupati.
Lebih lanjut, Bupati Nabire menegaskan bahwa transformasi ekonomi di Kabupaten Nabire menjadi sangat relevan yang harus dipersiapkan pemerintah kabupaten. Hal ini berkaitan juga dengan rencana Kota Nabire menjadi Ibu Kota Provinsi Papua Tengah yang tentunya hal ini dinilai akan memberikan keuntungan terhadap Kabupaten Nabire.
“Saya berharap agar FGD ini dapat memberikan perspektif alternatif yang dapat memperkaya dan memperjelas arah kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah daerah Kabupaten Nabire untuk memulai langkah nyata mewujudkan pembangunan ekonomi melalui praktik pengelolaan yang tidak merusak alam, serta mengembangkan perlindungan kekayaan asli papua, baik yang berupa keanekaragaman hayati maupun kearifan adat,” tambah Bupati.
Sejalan dengan itu, Plt. Kepala Bappeda Nabire, Doktor H. Mukayat, menambahkan, aksi pengelolaan KEE yang mendukung strategi Pembangunan Rendah Karbon (PRK) di Kabupaten Nabire akan menjadi katalisator peran pemerintah daerah untuk mendukung target Nasional, dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) melalui terapan perlindungan alam, lingkungan serta ekonomi hijau.
Nabire sendiri sebagai salah satu Kabupaten di Papua memiliki peran penting dalam mewujudkan upaya perwujudan ekonomi hijau tersebut. Saat ini, Kabupaten Nabire ditopang oleh sektor pengelolaan sumber daya alam yang sebagian besar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten berasal dari sektor tersebut dan selebihnya bersumber dari sektor industri dan jasa.
“Maka perlu melakukan transformasi ekonomi yang berbasis pada keberlanjutan tata kelola sumber daya alam dan jasa lingkungan,” pungkasnya