Jakarta Bicara – MSM Group Daerah Jalalluddin Mengaku Menyuap Hakim PN Banda Aceh

Jalalluddin Mengaku Menyuap Hakim PN Banda Aceh

MediaSuaraMabes, Banda Aceh – Fakta baru kembali menyeruak dari kasus dugaan pemerasan dan rekayasa hukum yang melibatkan advokat Jalaluddin Moebin, S.H., Najmuddin, S.H., serta Kaspendi Sembiring, Panitera Pengadilan Negeri Banda Aceh. Korban, Marlawiyah, akhirnya menyadari bahwa dirinya telah ditipu dan dijadikan sapi perahan dengan dalih ancaman eksekusi terhadap tokonya.

Putusan PN Banda Aceh yang Menangkan Marlawiyah

Marlawiyah sejatinya pernah menang dalam perkara Nomor 22/Pdt.Bth/2022/PN Bna, yang diputus pada 21 Maret 2023 oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh:

• Muhammad Jamil, S.H. – Hakim Ketua
• Zulfikar, S.H., M.H. – Hakim Anggota
• M. Yusuf, S.H. – Hakim Anggota

Putusan ini tidak hanya memenangkan Marlawiyah, tetapi juga menghukum pihak yang kalah untuk membayar biaya perkara sebesar Rp58.033.150 (lima puluh delapan juta tiga puluh tiga ribu seratus lima puluh rupiah).

Putusan PN Banda Aceh & Dugaan Persekongkolan

Ironisnya, Jalaluddin Moebin, S.H. dan Najmuddin, S.H. justru menagih biaya itu kepada Marlawiyah—padahal secara hukum, jelas kewajiban tersebut ada pada pihak lawan.

Fakta ini menimbulkan dugaan serius adanya persekongkolan busuk antara kedua advokat dengan pihak yang kalah. Uang Marlawiyah diduga dibelokkan untuk membiayai banding pihak lawan, bukan untuk kepentingan kliennya. Dengan kata lain, bukan hanya dirugikan secara finansial, tetapi uang Marlawiyah dipakai untuk melawan dirinya sendiri di meja peradilan.

Putusan Kasasi Membuka Mata

Perkara ini berlanjut hingga tingkat kasasi dengan Nomor Putusan 1646 K/Pdt/2025. Mahkamah Agung memutus tegas:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Marlawiyah.
2. Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara kasasi sebesar Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah).

Amar putusan ini menegaskan tidak ada kewajiban biaya lain. Seluruh permintaan ratusan juta rupiah oleh Jalaluddin dan Najmuddin dengan dalih “biaya kasasi, non eksekutabel, hingga untuk hakim” terbukti tidak memiliki dasar hukum sama sekali.

Pertemuan Panas: Pengakuan Jalaluddin Mengguncang

Jumat, 12 September 2025, sekitar pukul 16.30 WIB, di Kantor Advokat & Konsultan Hukum “Jalaluddin Moebin, S.H., Najmuddin, S.H. & Partners” yang beralamat di Jl. Tandi No. 4, Ateuk Munjeung, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, terjadi pertemuan panas.

Marlawiyah bersama suaminya mendatangi kantor hukum tersebut dengan satu tujuan jelas: menuntut pengembalian dana Rp375 juta yang selama ini diperas atas nama perkara hukum.

Dalam pertemuan itulah, Jalaluddin secara terbuka mengakui di hadapan Najmuddin bahwa setidaknya Rp175 juta dari uang itu digunakan untuk menyuap hakim PN Banda Aceh pada waktu itu.

Pengakuan itu semakin mengejutkan karena dilakukan tanpa sepengetahuan, apalagi perintah dari Marlawiyah. Dengan kata lain, uang klien diselewengkan dan dipakai untuk tujuan gelap yang sama sekali tidak pernah disetujui oleh pemiliknya.

Pernyataan ini sontak membuat ruangan seakan membeku. Najmuddin hanya terdiam, sementara Marlawiyah bersama suaminya menatap penuh emosi—antara marah, kecewa, dan tak percaya. Publikasi pengakuan ini bukan hanya membuka aib pribadi, melainkan langsung menohok kredibilitas lembaga peradilan di Aceh.

Pertanyaan Publik yang Menggema

Pertanyaan pun menggema: Apakah benar telah terjadi praktik suap di PN Banda Aceh? Atau, sebaliknya, pengakuan itu hanyalah dalih licik Jalaluddin untuk mengelak dari kewajiban mengembalikan uang Marlawiyah?

Lebih jauh, publik kini juga bertanya lantang: Apakah benar, Muhammad Jamil, S.H. sebagai Hakim Ketua, serta Zulfikar, S.H., M.H. dan M. Yusuf, S.H. sebagai Hakim Anggota dalam perkara 22/Pdt.Bth/2022/PN Bna, turut menerima uang tersebut?

Apapun jawabannya, pernyataan ini telah menampar wajah peradilan Aceh dan menohok nurani publik. Bila benar, berarti jalur keadilan telah lama diperdagangkan. Bila bohong, maka itu hanyalah lapisan baru dari penipuan sistematis terhadap korban.

Skandal “Cina Saboh Geudong”

Di kalangan korban, Jalaluddin dan Najmuddin kini dilabeli “cina saboh geudong” – istilah lokal Aceh yang menggambarkan kelompok yang bersekongkol mengeruk keuntungan dengan cara licik dan biadab. Alih-alih membela klien, uang ratusan juta rupiah justru diarahkan pada praktik kotor.

Reaksi Dunia Advokat: KAI dan PERADI Diminta Bertindak

Informasi yang dihimpun Media Suara Mabes Aceh menunjukkan, Jalaluddin adalah anggota KAI (Kongres Advokat Indonesia), sementara Najmuddin tercatat di PERADI.

Ulah keduanya langsung memicu kemarahan sesama advokat. “Gara-gara mereka berdua, nama baik advokat tercoreng. Publik jadi melihat kami semua sama saja—padahal mayoritas advokat bekerja dengan jujur dan profesional,” ujar seorang pengacara senior.

Atas dasar itu, desakan keras dialamatkan kepada KAI dan PERADI untuk segera mencabut keanggotaan Jalaluddin dan Najmuddin, sekaligus menunjukkan sikap resmi bahwa profesi advokat tidak melindungi oknum kotor.

Ironi: Maulid & Integritas

Di hari yang sama, Pengadilan Negeri se-Aceh merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan tradisi bukulah, menekankan nilai kebersamaan, integritas, dan akhlak mulia. Humas PN Banda Aceh bahkan menegaskan bahwa bekerja di peradilan adalah ibadah dan harus dijalankan dengan kejujuran.

Namun publik melihat ironi mencolok: di panggung seremonial PN berbicara tentang kejujuran, sementara di balik layar muncul pengakuan suap Rp175 juta. Pertanyaan kian tajam: apakah syiar integritas itu nyata, atau sekadar simbol yang tak pernah diwujudkan dalam tindakan?

Desakan untuk Penegakan Hukum

Kasus ini bukan lagi sengketa perdata, melainkan dugaan tindak pidana suap, pemerasan, dan penipuan. Publik menuntut:

1. KAI dan PERADI menindak tegas kedua advokat.
2. Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung memeriksa dugaan keterlibatan hakim dan panitera.

Dengan adanya putusan resmi PN Banda Aceh (22/Pdt.Bth/2022/PN Bna) dan amar kasasi MA (1646 K/Pdt/2025), kontrasnya semakin jelas: apa yang nyata di pengadilan tidak sejalan dengan pungutan liar ratusan juta rupiah.

Publik kini menunggu: beranikah PN Banda Aceh, KAI, PERADI, dan KPK membongkar skandal ini, atau memilih bungkam dan ikut terbenam bersama aib yang terlanjur terbuka?

Dan hari ini, PN Banda Aceh resmi ditantang oleh masyarakat:

“Benarkah Hakim Terima Rp175 Juta?”

(Hanafiah)

1 Likes

Author: admin