
JakartaBicara, Jakarta – Perkumpulan Indonesia Waste Management di inisiasi oleh segelintir orang yang concerns terhadap permasalahan sampah di Indonesia, di mana Indonesia dikenal sebagai penghasil sampah plastik nomor 2 di dunia.
Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di kota-kota besar di Indonesia sudah kritis (penuh). Sementara pengadaan lahan untuk perluasan TPA sudah sangat sulit, akibat harga lahan mahal dan juga ketatnya persyaratan lingkungan disebabkan potensi timbulnya interaksi sosial dari masyarakat yang keberatan.
Pemerintah mengeluarkan banyak regulasi, salah satunya Perpres 35 tahun 2018 untuk mendorong percepatan pembangunan fasilitas pembangkit tenaga listrik berbasis sampah (PSEL/PLTSa) di 12 kota besar yang rata-rata volume sampahnya sangat besar berkisar 1000-2000 Ton/hari.
Kondisi tersebut menjadi bagian yang dibahas oleh rekan-rekan yang tergabung dalam WhatsApp Group bernama Indonesian Waste Management (IWM) yang anggotanya bersifat sukarela datang dari berbagai latar belakang pengetahuan, keahlian khusus yang spesifik untuk pengelolaan sampah.
Komunitas ini mencoba untuk ikut serta berpartisipasi melalui workshop dan FGD yang secara intens memberikan saran, solusi untuk pengelolaan sampah dengan teknologi lokal, terutama di daerah-daerah kawasan sumber yang bervolume sampahnya masih relatif tidak besar, berkisar 10-50 Ton/hari.
Teknologi peralatan pengolahan sampah yang dibuat oleh anggota IWM banyak bermunculan, seperti mesin karbonisasi pembuat pupukdan asap cair, gasifikasi sampah menjadi listrik, sampah menjadi pellet (TOSS) untuk cofiring, teknologi Refused Drive Fuel (RDF), Solid Recovery Fuel (SRF), reaktor pemanfaatan palstik menjadi BBM, pembakaran sampah dengan reactor incinerator tinggi, pembuatan kompos, pemanfaatan sampah organik untuk budidaya maggot, dan lain-lain.
Belajar dari kondisi penanganan PSEL/PLTSa skala besar yang belum berjalan lancar masih banyak ditemukan hambatan-hambatan non teknis seperti faktor keekonomian proyek jaminan bahan baku sampah yang digunakan oleh PSEL/PLTSa, ketersediaan anggaran.
Untuk itu pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama mengoptimalkan pelaksanaan pengurangan, pemanfaatan dan daur ulang sampah di hulu yang dikenal istilah 3R (Reduce, Reuse and Recycle), serta dengan menerapkan Polluter Pay Priciple. Upaya ini harus dilakukan untuk mengurangi volume sampah yang menumpuk di TPS dan diangkut ke TPA yang sudah overload.
Bila sampah dapat diolah dan dikurangi sumbernya (hulu), dengan menggunakan teknologi anak bangsa (teknologi lokal), maka upaya ini akan memperpanjang umur TPS yang secara tidak langsung akan mengurangi paparan emisi karbon yang berdampak pada zero emission sebagai hajat bersama masyarakat global dalam menyelamatkan bumi.
(Suwoto & Wajidi Adiansyah)