JakartaBicara, Bandarlampung – Kementerian Koordinasi Perekonomian RI mengadakan FGD (Focus Group Discussion) di Hotel Sheraton, Jl. Wolter Monginsidi No. 175, Gulak Galik, Bandarlampung, terkait pemanfaatan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang dihadiri Asisten Deputi Kemenko Perekonomian, Sekda Lampung, Kepala Bappeda Lampung, unsur Pemerintah kota/Kabupaten dan Provinsi Lampung, (31/05).
Andi Surya, satu-satunya akademisi Lampung yang diundang dalam FGD ini, secara daring menyampaikan, isu besar FGD ini terletak pada pemanfaatan jalan tol Sumatera untuk pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam pemaparannya, ketua Yayasan UMITRA dan Global Surya Islamic School ini menyatakan meskipun tol Sumatera sangat bermanfaat bagi percepatan arus manusia, barang dan jasa, namun belum sepenuhnya jalan tol ini dimanfaatkan secara efektif. Dia mengusulkan, pada wilayah perkotaan potensial perlu dirancang jalan lingkar, city-hub dan pergudangan, yang menghubungkan kota-kota potensial dengan tol Sumatera sebagai dukungan mobilitas manusia dan distribusi barang sektor industri, agribisnis, umkm dan wisata, sebutnya.
Di sisi lain, Andi Surya menyampaikan, terdapat awan kelabu yang menggantung dari keberadaan Jalan tol Sumatera yaitu kemacetan di penyeberangan Bakauheni – Merak yang perlu dicari jalan keluar bukan hanya persoalan dermaga penyeberangan tetapi juga rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda yang terhenti di masa pemerintahan Presiden Jokowi.
“Salah satu yang krusial adalah dengan pertumbuhan ekonomi akibat keberadaan tol ini jumlah kendaraan semakin bertambah namun di penyeberangan Selat sunda terjadi kemacetan, terjadi bottle-neck,”ujarnya.
Oleh karenanya, dia memberi saran agar Kemenko Perekonomian mengkaji kembali rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda sebagai konektivitas efektif Jawa-sumatera.
“Saya mengusulkan agar rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda dibuka kembali karena payung hukumnya telah ada Perpres SBY No. 86/2011, ini tinggal dilanjutkan, Jembatan Selat sunda ini adalah legacy negara untuk rakyat Indonesia, bukan hanya untuk Provinsi Lampung dan Banten semata”, ujar mantan Anggota DPD RI dan DPRD Provinsi Lampung ini.
Disebutkannya, bahwa pembangunan jembatan Selat sunda ini tidak membebani APBN karena sektor swasta sangat berminat membentuk konsorsium pendanaan.
“Jika pun pemerintah perlu masuk dalam pendanaan cukup 10% dari total perkiraan Rp 250 Trilyun biaya JSS, jadi pemerintah cuma share sebesar Rp 25 Trilyun itupun terbagi secara multiyear dalam masa 10 tahun pembangunan, jadi per tahunnya cuma Rp 2,5 Trilyun”, lanjutnya.
Sementara, pembicara lain, Sekda Provinsi Lampung, Asisten Deputi Kemenko Perekonomian, PT. Hutama Karya, menyoroti permasalahan exit tol yang perlu ditambah di beberapa ruas Tol yang menghubungkan wilayah Mesuji, Lampung Utara, Lampung Tengah, Bandarlampung dan Lampung Selatan.
Di akhir diskusi, disimpulkan oleh Kemenko Perekonomian RI, masukan dari semua pihak, termasuk kajian terhadap Jembatan Selat Sunda akan menjadi bahan bagi diskusi selanjutnya sehingga jalan tol Sumatera dapat benar-benar efektif dalam pengembangan wilayah dan ekonomi Lampung. (Suf)